BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Muhammad telah meninggalkan warisan rohani
yang agung, yang telah menaungi dunia dan memberi arah kepada kebudayaan
dunia
selama beberapa abad yang lalu. Warisan yang telah memberi pengaruh
besar pada
masa lampau itu, bahkan lebih lagi pada masa yang akan datang, karena ia
telah
membawa agama yang benar dan meletakkan dasar kebudayaan satu-satunya
yang akan
menjamin kebahagiaan dunia ini. Agama dan kebudayaan yang telah dibawa
Muhammad
kepada umat manusia melalui wahyu Tuhan itu, sudah begitu berpadu
sehingga
tidak dapat lagi terpisahkan.
Kalaupun kebudayaan Islam ini didasarkan
kepada metode-metode ilmu pengetahuan dan kemampuan rasio, hal ini sama
seperti
yang menjadi pegangan kebudayaan Barat masa kita sekarang, dan kalau pun
sebagai agama Islam berpegang pada pemikiran yang subyektif dan pada
pemikiran
metafisika namun hubungan antara ketentuan-ketentuan agama dengan dasar
kebudayaan itu erat sekali. karena cara pemikiran yang metafisik dan
perasaan
yang subyektif di satu pihak, dengan kaidah-kaidah logika dan kemampuan
ilmu
pengetahuan di pihak lain oleh Islam dipersatukan dengan satu ikatan,
yang mau
tidak mau memang perlu dicari sampai dapat ditemukan, untuk menjadi
orang Islam
dengan iman yang kuat pula. Dari segi ini kebudayaan Islam berbeda
sekali
dengan kebudayaan Barat yang sekarang menguasai dunia, Perbedaan kedua
kebudayaan ini sebenarnya sangat prinsip sekali, sampai menyebabkan
dasar
keduanya itu saling bertolak belakang.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian
kebudayaan?
2. Bagaimana sejarah masuknya
kebudayaan Islam di
Indonesia?
3.
Bagaimana bentuk-bentuk kebudayaan Islam?
4. Apa
kontribusi kebudayaan Islam terhadap kebudayaan Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebudayaan
Menurut
Prof. Koentjaraningrat dalam
buku pengantar
ilmu Antropologi (2009:181), kata kebudayaan berasal dari kata
sansekerta
buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau
akal.
Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan dengan hal-hal yang
bersangkutan
dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas budaya sebagai suatu
perkembangan
dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dan budi. Karena itu
mereka
membedakan budaya dan kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya dan
budi yang
berupa cipta, karsa, dan rasa itu. Sedangkan kebudayaan adalah hasil
dari
cipta, karsa, dan rasa itu. Dalam istilah ilmu Antropologi budaya,
perbedaan
itu di tiadakan. Kata budaya di sini hanya dipakai sagai suatu singkat
saja dari kebudayaan
dengan arti yang sama.
Menurut
Prof Koentjaraningrat dalam
buku pengantar
ilmu Antropologi (2009:182),
kebudayaan berasal dari kata
culture merupakan
kata asing yang sama artinya dengan kebudayaan. Berasal dari latin
colere yang bearti mengolah,
megerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini
berkembang arti
culture sebagai daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah
dan
mengubah alam. Disamping istilah kebudayaan ada pula istilah peradaban.
Hal
yang terakhir adalah sama dengan istilah ingggris civilization. Istilah
tersebut biasanya dipakai untuk
menyebutkan bagian unsure dari kebudayaan yang halus, maju, dan indah
misalnya
kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan dan sebagainya.
Istilah
peradaban sering juga dipakai untuk menyebutkan suatu kebudayaan yang
mempunyai
system teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa dan
sebagainya.
Dalam ilmu antropologi, yang telah menjadikan berbagai cara
hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi sebagai obyek
penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat
penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep
“kebudayaan” atau culture itu, artinya dalam hal memberi definsi
terhadap
konsep “kebudayaan”, ilmu antropologi sering kali sangat berbeda denga
berbagai
ilmu lain. Juga apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan
kepada
konsep itu dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada
hal-hal
yang indah seperti candi, tari-tarian, seni suara, kesusteraan dan
filsafat,
definisi ilmu antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang lingkupnya.
Menurut
ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah : keseluruhan sstem gagasan,
tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik
diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat.1979:179-180).
Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tidakan manusia adalah
“kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia alam rangka
kehidupan
masyarakat yang tak perlu dibiasakannya dengan belajar, yaitu hanya
beberapa
naluri beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau
kelakuan apabila ia sedang membabi buta. Bahkan berbagai tindakan
manusia yang
merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh makhluk manusia dengan
gen-nya
bersama kelahirannya (seperti misalnya
makan, minum atau berjalan dengan kedua kakinya), juga dirombak olehnya
menjadi
tindakan kebudayaan. Manusia makan pada waktu-waktu tertentu yang
dianggapnya
wajar dan pantas, ia makan dan minum dengan alat-alat, cara-cara dan
sopan
santun dan protocol yang sering sekali sangat rumit, yang harusnya
dipelajari
denga susah payah. Manusia berjalan tidak menurut wujud organisma yang telah
ditentukan oleh alam, melainkan
merombak cara berjalanna dengan gaya seperti prajurit, berjalan dengan
gaya
lemah lembut, berjalan seperti pragawati, dan sebagainnya, yang semuanya
harus
dipelajarinya dahulu (Koentjaraningrat.1979:179-180).
Memang, definisi yang menganggap bahwa “kebudayaan dan “tindakan
keudayaan” itu adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia
dengan
belajar (learned behavior), juga diajukan oleh beberapa ahli antropologi
terkenal seperti C. Wissler, C. Kluckhon, A. Davis, atau A. Hoebel.
Definisi-defiinisi yang mereka ajukan hanya merupakan beberapa saja di
antara
banyak definisi lain yang pernah diajukan, tidak hanya oleh para sarjana
aantropologi, melainkan juga oleh para sarjana ilmu-ilmu lain seperti
sosiologi, filsafat, sejarah dan kesustraan. Dua orang sarjana
antropologi, AL.
Kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi
tentang
kebudayaan yang pernah dinyatakan orang dalam tulisan, dan ternyata
bahwa ada
paling sedikit 160 buah definisi. Ke-160 buah defiisis itu kemudian
mereka
analisa, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya, kemudian
diklasifikasikan
ke dalam beberapa tipe definisi. Hasil penelitian megenai definisi
kebudayaan
tadi diterbitkan bersama menjadi buku berjudul : Culture, A Critical
Review of
Concepts and Definitions (Koentjaraningrat.1979:179-180).
Menurut ilmu antropologi
yang dikemukakan oleh koentjaraningrat (2009:144) kebudayaan adalah
keseluruan
system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan yang
dijadikan
milik diri manusia dengan proses belajar. Hal tersebut bahwa hampir
seluruh
tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan
manusia dalam
kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu
hanya
beberapa tindakan naluri, beberapa reflex, beberapa tindakan akibat
proses
fisiologi atau kelakuan membabi buta. Bahkan beberapa tindakan manusia
yang
mrupakan kemampuan naluri yang terbawa gen bersama kelahiranya (seperti
makan,
minum atau berjalan dengan kedua kakinya). Adapun pengertian yang lain mengenai kebudayaan
adalah sebagai berikut Menurut E.B
Taylor dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:27), budaya adalah
suatu
keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral,
keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan
yang
didapat oleh manusia sebagai anggaota masyarakat.
Menurut R. Linton dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar
(2006:27-28), kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah
laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur
pembentuknya
didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam buku Ilmu
Sosial Budaya Dasar (2006:28), mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua
hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Menurut Herkovits dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:28),
kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh
manusia.
Dengan
demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan
manusia
baik material maupun non material. Sebagian besar ahli yang mengartikan
kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh
pandangan
evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu
akan
berkembang dari tahapan yang sederhana menujju tahapan yang lebih
kompeks (Dr.
Elly M Setiadi dkk. 2005:28).
Adapun unsur-unsur dari
kebudayaan yang terbagi menjadi :
1.
Bahasa
2.
Sistem pengetahuan
3.
Organisasi sosial
4.
Sistem peralatan
5.
Sistem mata pencaharian
hidup
6.
Sistem religi
7.
Kesenian
Ada beberapa perwujudan dari kebudayaan yang dapat dibagi dan
digolongkan dalam tiga wujud, yaitu (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:28):
1.
Wujud sebagai suatu
komplek dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide
dari
kebudayaan, sifst abstrak, tak dapat diraba, dipegang,
ataupun
difoto, dan tempat ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan
yang ersangkutan itu hidup.
Kebudayaan ini disebut pula dengan tata kelakuan,
hal ini menunjukkan bahwa budaya idea mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan,
dan memberi arah kepada
tindakan, kelakuan, dan perbuatan manusia dalam
masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ini dapat disebut adat atau
adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan
dalam arsip, tape, dan komputer (Dr. Elly M.Setiadi
dkk. 2005:29).
2.
Wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat.
Wujud tersebut dinamakan system social,
karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola
dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto,
dan didokumentasikan karena dalam system
social ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan
berhubungan serta bergaul satu dengan
lainnya dalam masyarakat Lebih
jelasnya tampak dalam bentuk perilaku dan bahasa pada saat mereka
berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di
masyarakat (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:29).
3.
Wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya
manusia
Wujud ini biasa disebut dengan kebudayaan
fisik. Di mana wujud budaya ini hampir seluruhnya
merupakan hasil fisik (akivitas perbuatan, dan karya semua manusia
dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat kecil.
Seperti contoh Candi Borobudur, kain batik, dan lain sebagainya (Dr.
Elly M.Setiadi dkk. 2005:28).
Adapun beberapa hal yang
terkandung dalam kebudayaan, yakni sebagai berikut (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:30):
1.
Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan di sini merupakan bagian
yang tidak akan pernah hilang dalam perjalanan
hidup manusia. Sistem pengetahuan di sini menyangkut dalam pengetahuan
tentang
alam sekitar, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesame
manusia, dan ruang dan waktu (Dr. Elly M Setiadi dkk.
2005:30).
2.
Nilai
Nilai merupakan sesatu yang dianggap baik
dan selalu dinginkan, dicita-citakan, dan juga dianggap
penting oleh seluruh manusia dalam bermasyarakat. Ada beberapa aspek
dalam penilaian dalam hal ini, yakni aspek
keindahan (nilai estetika), baik (nilai-moral atau e tis),
religious ( nilai agama), (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).
3.
Pandangan Hidup
Pandangan Hidup merupakan pedoman hidup
manusia dalam menyelesaikan suatupermasalahan
(Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).
4.
Kepercayaan
Kepercayaan ini memiliki arti yang lebih
luas dari pada agama, yakni suatu keyakinan pada
suatu hal yang dianggap bisa membantu dan menolong untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Dr. Elly M
Setiadi dkk. 2005:31).
5.
Persepsi
Persepsi atau sudut pandang merupakan suatu
titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat
kata-kata yang digunakan utuk memahami kejadian atau gejala dalam
kehidupan. Persepsi terrdiri atas tiga
hal, yakni persepsi sensorik (persepsi yang terjadi tanpa menggunakan
salah satu indera manusia), persepsi telepati
(kemampuan pengetahuan kegiatan
mental individu lain), Persepsi clairvoyance (kemampuan untuk melihat
peristiwa atau kejadian di tempat
lain, jauh dari orang yang bersangkutan).
2.2 Sejarah kebudayaan Islam di
Indonesia
Sejarah
masuknya kebudayaan Islam di Indonesia khususnya di tanah jawa di tandai
dengan
adanya Wali Songo yang diyakini merupakan penyebar agama islam di daerah
jawa
pada abad 14, selain itu Islam masuk ke Indonesia melalui
pedagang-pedagang
Islam dari Timur Tengah pada zaman kerajaan. Wali songo atau Wali Sanga
ini
diperkirakan tinggal di
tiga wilayah penting
pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur,
Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era
Walisongo adalah era berakhirnya dominasi dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam.
Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa.
Tentu
banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat
besar
dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap
kebudayaan
masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para
Walisongo ini
lebih banyak disebut dibanding yang lain (http://id.wikisource.org/wiki/wali-songo_.28.E2.80.93.29).
Pengertian dari wali songo
adalah wali yang
sembilan, yang menandakan
jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga
dalam bahasa Jawa Pendapat lain menyebutkan bahwa kata
songo/sanga berasal dari kata tsana
yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi
menyebut kata sana berasal dari , bahasa Jawayang berarti tempat. Pendapat
lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah
yang pertama kali didirikan oleh Sunan
Gresik (Maulana Malik
Ibrahim) pada
tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo
beranggotakan Maulana
Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad
Jumadil Kubro (Sunan
Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik
Isra'il
(dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana
'Aliyuddin, dan Syekh Subakir. Para
Walisongo juga
merupakan intelektual
yang menjadi pembaharu
masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk
manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian,
Adapaun tokoh-tokoh dari Wali
Songo, yakni sebagai berikut :
BAB II
1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Maulana Malik
Ibrahim adalah
keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan
Tandhes, atau
Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo . Nasab As-Sayyid Maulana Malik
Ibrahim Nasab
Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi
Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi
Nasab
Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu
tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal
Alam bin
As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid
Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil
Faqih bin
As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
As-Sayyid
Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah
bin
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin
Al-Imam Ali
Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
Al-Imam
Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah
Az-Zahra/Ali bin
Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah. Ia
diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad
ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi,
mengikuti pengucapan
lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang
memanggilnya Kakek Bantal.
Maulana
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama
yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok
tanam
dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa
yang
tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik
hati
masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia
membangun
pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik
Ibrahim
wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik,
Jawa Timur
2. Sunan Ampel ( Raden Rahmat)
Sunan Ampel
bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad,
menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa
yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti
Ming.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin Sayyid Ibrahim
Zainuddin
Al-Akbar bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad Jalaluddin bin
Sayyid
Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil Faqih
bin
Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam bin Sayyid
Alwi bin
Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad
Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ali Al-Uraidhi
bin
Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin
bin
Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad
Rasulullah.
Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya.
Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat
penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia
menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri
adipati
Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki
Kembang
Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng
Manila
binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan
Derajat,Sunan
Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan
Dewi
Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi
Murtasiyah,Asyiqah,Raden
Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran
Tumapel
dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel,
Surabaya
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang
adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia
adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban
bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk
menarik
penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah
suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering
dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan
Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang,
yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra
bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku
Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun
mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada
tahun
1525
4. Sunan Drajat
Sunan Drajat
adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia
adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban
bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat
kebanyakan.
Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran
masyarakat,
sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan
secara
mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan
Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai
ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium
Daerah Sunan
Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522
5. Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah
putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah
Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng
Melaka
binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah
keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad.
Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin
Abdillah
bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib
Mirbath bin
Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad
Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin
Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah
Fathimah
Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan
Kudus
memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak,
yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah
dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum
penguasa dan
priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto
penguasa Demak, dan Arya Penangsang
adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah
Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan
Islam. Sunan
Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550
6. Sunan Giri
Sunan Giri adalah
putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad,
merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan
Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan
sebagai pusat dakwah
Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan
Maluku.
Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang
menyebarkan
agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima
7. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama
Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur
(Syekh
Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan
kesenian dan
kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul
Pacul umumnya dianggap sebagai
hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan
Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga
Syarifah Zainab binti
Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Sunan Muria atau Raden Umar
Said adalah putra Sunan
Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang
bernama Dewi
Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah,
putri Sunan
Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah
putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain
Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran
melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak
dari Sri Baduga Maharaja.
Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan
pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin,
juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di
Banten,
sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten
2.3 Bentuk-bentuk kebudayaan Islam di Indonesia
Cakupan atau bagian dari budaya itu sendiri adalah
spiritual (pengalaman agama yang pernah di alami atau pengalaman rohani) atau budaya yang hanya sebatas gagasan, konsep
dalam
pemikiran,
intelektual (wawasan dari
pengetahhuan-pengetahuan atau wawasan keilmuan), sikap artistik (rasa
keindahan) yang dihasilkan oleh masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan,
adat,
moral, hukum dan hubungan sosial,
selain itu
yang terpenting dari budaya adalah hasil dari budaya itu sendiri, baik
dalam
bentuk material maupun inmaterial. Dari pemaparan tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa kebudayaan Islam adalah spiritual, intelektual,
sikap
artistik, tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan sosial
yang
dihasilkan oleh Nabi Muhammad saw. dan masyarakat Islam dari waktu ke
waktu.
Dari uraian tersebut jika kita bahasakan dalam istilah sehari-hari yang
sudah
biasa kita kenal, maka bentuk atau wujud kebudayaan Islam itu dapat
berupa
sebagai berikut :
1. Bidang
politik dan pemerintahan
Pola
kepemimpinan dalam Islam baik ketika rasulullah masih hidup maupun
ketika
beliau sudah meninggal terus berkembang, hal ini melandasi dasar
keimanan
seseorang terhadap Allah dan rasulnya. Corak kepemimpinan pada masa
Khullafaaurrasyidin, pasti berbeda dengan corak kepemimpinan pada masa
Dinasti
Bani Ummayyah, dan pada masa Dinasti Abbasiyah, hal ini karena setiap masa akan selalu lahir
pemikir-pemikir baru. Di
Indonesia sendiri umat islam sangat medominasi sistem pemerintahan
maupun politik di
Indonesia, karena
memang pelaku-pelaku pemerintahan dan politik di Indonesia adalah
sebagian
besar umat Islam (Antoy
Black 2005:48).
2.
Bidang sosial dan ekonomi
Islam
mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Ekonomi
adalah modal
dasar untuk membangun umat agar tetap melanjutkan nilai-nilai perjuangan
menegakkan syariat Islam karena memang cirri dari suatu pembangunan
adalah
ekonomi, ada beberapa
landasan-landasan
hukum ekonomi islam, yakni Al-qur’an, sunnah, hadist dan lain-lain,
karena
memang umat Islam haruslah berprilaku sesuai apa yang diajarkan oleh
Al-qur’an,
sesuai dengan aturan-aturan yang terkandung dalam Al-qur’an dan juga
sesuai
dengan sunah rosul atau apa yang dilakukan oleh rosullah dan juga sesuai
hadist.
Rasulullah adalah seorang pedagang yang jujur, beliau
telah mencontohkan kepada kita bagaimana cara mengembangkan wawasan
perekonomian pada waktu di Mekkah dan Madinah. (Dra,
Hulwati 2009:62).
3.
Bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
Rasulullah
mengajarkan bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib bagi laki-laki dan
perempuan,
dalam Islam pendidikan merupakan hal yang sangat penting, selain itu Rasullah mengajarkan untuk selalu
mengamalkan ilmu yang telah di miliki, karena memang pahala yang didapat
sangatlah besar, dan
juga
menguntungkan untuk orang-orang diskitarnya. Masa
keemasan pada Dinasti Abbasiyah telah menunjukkan betapa Islam telah
mampu
memberikan sumbangan berharga untuk kemajuan pengetahuan peradaban
manusia.
Selain itu ada beberapa contoh kebudayaan islam di Indonesia, yakni
seperti
pesantren, dan bisa dibilang
Indonesia
sendiri identik dengan pesantren, berarti ini menunjukkan bahwa
pesantren atau
kebudayaan islam sangatla mempengaruhi di Indonesia. Perkembangan
Pendidikan
dan Ilmu Pengetahuan umat Islam sendiri sangatlah mengagumkan, hal ini
bisa
dilihat dari pemikir-pemikir besar dunia yang merupakan umat Islam,
meskipun
tidak semuanya, tetapi setidaknya umat Islam telah menyumbangkan atau
memberikan pengetahuan kepada dunia pendidikan maupun kepada dunia
pengetahuan (Dr. M.
Roqib, M. Ag. 2009:59).
4.
Bidang seni (seni suara, seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni
arsitektur).
Kebudayaan
manusia akan terus berkembang dari waktu ke waktu baik itu dalam dalam bidang ekonomi, pengetahuan,
sosial, maupun
politik. Jadi bukan hanya kepandaian dalam bidang seni membaca Al-Qur’an saja
yang dianggap merupakan
seni dari agama Islam, tetapi
kepandaian membaca Al-qur’an juga masuk dalam kategori seni suara,
seni musik pun yang
mengandung unsur-unsur kebudayaan islam juga berkembang
pesat seperti rebana, kasidah, nasid. Seni tari pun
juga
mengalami perkembangan dari masa-masa sebelumnya seperti
tara ala sufi,
tari Saman. Seni
rupa seperti kaligrafi Al-Qur’an merupakan
seni
dari kebudayaan Islam yang perkembangannya sangatlah dirasakan dalam
budaya Indonesia, dan juga merupakan kebudayaan Islam yang sangat
berkembang di
Indonesia. Seni
arsitektur atau seni bangunan juga
tidak kalah berkembang, hampir kebanyakan corak
atau seni bangunan di Indonesia sangat terpengauh oleh budaya islam.( Islam
Sehari-Hari Ronny Astrada 2011:80).
2.4 Kontribusi kebudayaan
Islam di Indonesia
Di
antara kontribusi kebudayaan islam yang
ada di indonesia adalah dari bentuk
budaya atau tradisi yang masi mengakar pada nilai-nilai masyarakat islam
di
indonesia dan menjadi kepercayaan mereka mesing-masing.
Kesenian-kesenian baik
seni rupa, seni kriya dan lain-lain juga merupakan kontribusi kebudayaan
Islam.
Artefak-artefak yang sekarang menjadi aset benda kebudayaan negara yang
sangat
bernilai harganya juga termasuk kontribusi dari kebudayaan Islam yang
ada di
Indonesia. Diantara tradisi dan budaya tersebut antara lain:
1. Budaya
tumpeng. Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam
bentuk kerucut.
Itulah sebabnya disebut nasi tumpeng. Olahan nasi yang dipakai, umumnya berupa
nasi kuning, meskipun kerap juga
digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas
Jawa
atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat
kenduri
atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat
Indonesia
mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan di atas
tampah (wadah
tradisional) dan dialasi daun pisang. Acara yang melibatkan nasi tumpeng
disebut secara awam sebagai “tumpengan”. Di Yogyakarta misalnya, berkembangtradisi
“tumpengan” pada malam
sebelum tanggal 17 Agustus, Hari
Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Ada tradisi tidak
tertulis yang menganjurkan bahwa
pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang
yang
profesinya tertinggi dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk
menunjukkan
rasa hormat kepada orang tersebut. (majalah
As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008.)
2. Kebudayaan
Peusijeuk, upah-upah (manyonggot), tepung tawar dan selamatan. Adat istiadat
ini biasa diadakan apabila seseorang
memiliki hajatan atau hendak pergi jauh untuk menghilangkan kesialan. Di
daerah
Aceh, acara ini disebut peusijeuk. Di pesisir Melayu disebut tepung
tawar, dan
di Jawa dikenal dengan sebutan selamatan. Di daerah Tapanuli Utara dan
Asahan
dikenal dengan sebutan upah-upah atau manyonggot. tepung tawar biasa
dilakukan
dengan menghambur-hambur beras kepada orang yang ditepung tawari. Adapun
upah-upah, juga merupakan upacara menolak kesialan. Biasanya dilakukan
terhadap
orang yang sakit agar spiritualnya (roh) kembali ke jasadnya. Yaitu dengan memasak ayam kemudian
diletakkan di piring lalu dibawa mengitari orang yang akan diupah-upahi,
kemudian disuapkan kepada orang tersebut. Tujuannya ialah mengembalikan
semangat pada orang sakit itu. Acara-acara seperti tersebut di atas,
tidak lepas
dari unsur-unsur kepercayaan animisme, dan konon asal-usulnya berasal
dari
ritual-ritual nenek moyang. (majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun
XI/1428H/2008).
3. Kebudayaan
Sungkeman. Kebudayaan ini berasal dari pulau Jawa yang umumnya dilakukan
pada
saat Hari Raya dan pada upacara pernikahan, tetapi kadang kala dilakukan juga setiap kali bertemu.
Dilakukan dengan cara sujud kepada orang tua atau orang yang dianggap
sepuh
(Jawa, tua atau dituakan). Adat ini mengandung unsur sujud dan rukuk
kepada
selain Allah, yang tentunya dilarang dalam Islam, tapi sujud dan rukuk
tersebut
bagi masyarakat jawa khususnya hanya sebagai tanda penghormatan kepada
yang
dianggap lebih tua atau yang dianggap derajadnya lebih tinggi dari pada
dirinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
- Kebudayaan adalah
keseluruan system gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam kehidupan yang
dijadikan milik diri manusia dengan proses belajar. Hal tersebut bahwa hampir
seluruh tindakan manusia adalah
kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia
dalam
kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu
hanya beberapa tindakan naluri, beberapa
reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi
atau kelakuan membabi buta. Bahkan beberapa tindakan manusia yang mrupakan
kemampuan naluri yang terbawa gen
bersama kelahiranya.
- Sejarah masuknya kebudayaan Islam di
Indonesia khususnya di
tanah jawa di tandai dengan adanya
Wali Songo yang diyakini merupakan penyebar agama islam di daerah jawa
pada abad 14, selain itu Islam masuk ke
Indonesia melalui pedagang-pedagang Islam
dari Timur Tengah pada zaman kerajaan. Wali songo atau Wali Sanga
ini diperkirakan tinggal di tiga
wilayah penting pantai utara Pulau
Jawa, yaitu Surabaya- Gresik-Lamongan di
Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa
Barat. Era Walisongo adalah era
berakhirnya dominasi dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam
di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak
tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan
mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga
pengaruhnya terhadap kebudayaan
masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para
Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang
lain
- Adapun Bentuk atau wujud
kebudayaan Islam yang ada di indonesia itu adalah dalam Bidang politik dan pemerintahan,
Bidang sosial ekonomi, Bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan dan dalam Bidang seni
(seni suara, seni musik, dan seni tari, seni rupa dan seni arsitektur
atau seni bangunan).
- Kontribusi
kebudayaan islam yang ada di indonesia adalah dari
bentuk budaya atau tradisi yang masi mengakar pada
nilai-nilai masyarakat islam di indonesia dan menjadikan kepercayaan
mereka mesing-masing. Kesenian-kesenian baik seni
rupa, seni kriya dan lain-lain
juga merupakan kontribusi kebudayaan Islam. Artefak-artefak yang
sekarang menjadi aset benda kebudayaan negara yang
sangat bernilai harganya juga termasuk kontribusi
dari kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.
3.2 Saran
- Diharapkan bagi mahasiswa
yang membaca reverensi ini untuk mencari sumber reverensi yang lain
supaya dapat mengambil kesimpulan
yang lebih optimal.
- Penulis menghimbau dalam
mengkaji hukum islam jangan mudah percaya pada internet karna bisa saja
setiap orang memasukan data yang palsu.
- Sebagai mahasiswa kita
harus berperan aktif dan mengkaji masalah keilmuan terutama dalam bidang
keagamaan.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Azhar, Basyir Ahmad.
1989. Ikhtisar Sejarah
Filsafat Islam (Bagian I).
Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.
-
Gazalba, Sidi. 1975. Masjid
(Pusat Ibadat dan
Kebudayaan Islam). Jakarta: Pustaka
Antara.
By : Muhammad Aulia Daffa
Sekolah : SMP Muhammadiyah 57 Medan